MITOS



Meteorit itu panas

Misalnya ada meteorit mendarat dengan keras di halaman anda saat ini. Anda berlari untuk menyaksikannya dan anda menemukan seonggok benda keras di sebuah kawah kecil. Apakah anda bersedia menyentuhnya? Tentu saja tidak. Tidak sampai benda itu menjadi dingin, bukan? Benda ini terbakar di angkasa sampai ke bumi, kita sering melihatnya di film-film. Sudah cukup banyak film yang menggambarkan meteorit panas menghantam bumi dan menimbulkan ledakan besar.

Faktanya adalah…
Memang meteor yang jatuh dan menghantam tanah meninggalkan jejak berupa lubang dan sedikit berasap, tapi itu bukan karena panas, tapi karena debu. Bebatuan meteorit telah berada di luar angkasa selama milyaran tahun, 3 derajat dibawah suhu dingin mutlak (-276° C / -2,75° K). Mereka hanya berada di atmosfer bumi selama beberapa menit karena kecepatannya yang luar biasa. Tidak cukup waktu bagi meteor untuk memanaskan diri dan meledak ketika terjadi benturan dengan bumi. Faktanya adalah meteorit seringnya hanya hangat-hanyat kuku saat membentur bumi.
Lalu, bagaimana dengan bola api meteor yang sering kita lihat di langit? Semua orang melihat bahwa meteor terlihat seperti bola api di langit, kan? Faktanya adalah bola api itu tidak menyentuh badan fisik meteornya. Meteor yang jatuh memiliki lapisan udara di depannya terdorong oleh gelombang kejut yang ditimbulkan karena kecepatan jatuhnya yang tinggi. Lapisan udara yang memadat inilah yang kemudian tertekan dan terbakar, lalu kita lihat sebagai bola api.

Sabuk asteroid itu mengerikan dan mematikan

Apakah anda penggemar film-film fiksi tentang luar angkasa seperti Star Wars, Battle Star Galactica, dan sejenisnya? Jika ya, anda pasti pernah melihat satu adegan dimana pesawat luar angkasa melewati sabuk asteriod yang batu-batuannya kecil dan terlihat sangat sempit ruang diantara. Ini membuat kesan bahwa sabuk asteroid itu menakutkan dan mematikan.

Faktanya adalah…
Memang benar banyak sekali asteroid di sabuk asteroid. Hampir setengah juta asteroid yang sudah kita ketahui. Akan tetapi, masing-masing diantara mereka berjarak sekian kilometer. Banyak kilometer tentunya, bukan hanya satu atau dua. NASA sudah melewati sabuk asteroid dengan pesawat nirawak mereka dan mengatakan bahwa kemungkinan menabrak salah satu asteroid hanya satu dibanding satu milyar, kecuali anda menyetir pesawat luar angkasa anda dengan mata tertutup dan tanpa navigasi radar sama sekali. Bahkan kemungkinan anda menabrak satu asteroid di sabuk asteroid sama kecilnya dengan kemungkinan anda kejatuhan meteor saat mengemudi di jalan tol.
Tentang luar angkasa, gambar tidak bisa dijadikan tolak ukur besar kecil. Ukuran sebenarnya asteroid tidak sebesar batu kali, namun minimal lebih besar dari sebuah rumah. Bahkan ada asteroid yang luasnya 400 ribu mil persegi. Tidak akan pernah ada sabuk asteroid yang begitu rapat karena mereka akan saling bertabrakan dan melenggang keluar dari susunan sabuk. Dan tentu saja jika anggotanya bubar, tidak akan ada namanya sabuk asteroid, bukan?

Matahari itu kuning

Warna apakah yang terlintas di benak anda jika anda ditanya tentang matahari? Tentu saja kuning. Jika anda menggambar matahari tidak dengan warna kuning atau oranye, banyak orang yang akan mencemooh anda tidak lulus taman kanak-kanak.  Matahari itu oranye, kuning atau merah cerah, itulah yang anak-anak tahu tentang matahari pertama kali sebelum mereka tahu bahwa matahari adalah “neraka nuklir mengerikan”. Warna matahari memang hal yang paling mudah diverifikasi di dunia ini, anda cukup melihatnya dengan mata telanjang, jika tidak keberatan.  Bahkan matahari diklasifikasikan sebagai “yellow dwarf”.

Faktanya adalah…
Dengan resiko merusak kenangan kita saat melukis ketika TK dan SD, saya menyatakan bahwa matahari itu bukan benar-benar kuning atau diselimuti dengan api menyala-nyala. Faktanya adalah matahari tidak menarik, hanya seperti bola bilyard berwarna putih. Satu-satunya penyebab matahari berwarna kuning di mata kita adalah karena atmosfer bumi, jika anda ingat pelajaran tentang pembiasan cahaya.

Matahari Sebenarnya - NASA
Bagaimanapun, suhu dari matahari adalah 6.000° K, dan bintang apa saja yang memiliki suhu sebesar itu hanya memiliki satu warna: putih. Hal ini terjadi karena matahari memancarkan foton warna yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Jika mata anda mencampur semua warna itu tanpa adanya pembiasan, yang anda dapatkan adalah putih. Adalah benar bahwa matahari seperti bulan, hanya saja tanpa bopeng dan minus romantisme dibawah sinarnya.

Lima Mitos dan Salah Faham Tentang Marikh

Marikh, tetangga Bumi, mungkin adalah planet yang paling sering dipelajari di tata surya kita. Sudah ada dua robot penjelajah, Spirit dan Opportunity, yang meneliti permukaan Marikh sejak 2004.

Kini Spirit tak lagi mengirim data komunikasi kembali ke Bumi. Meski Opportunity masih berjalan namun NASA berencana mengirimkan robot penjelajah ketiga di permukaan Marikh pada Senin (6/8) siang WIB bernama Curiosity. Robot penjelajah ini akan mengangkut instrumen ilmiah dengan massa 10 kali lebih banyak dari robot-robot penjelajah sebelumnya di Marikh. Robot ini diharapkan bisa memberi kesempatan untuk mengetahui Planet Merah secara lebih mendalam.

Sebelum eksplorasi Marikh dimulai, ada kesalahpahaman yang muncul tentang planet ini akibat minimnya informasi. Berikut adalah mitos-mitos Marikh yang masih bertahan.

Mitos #1: Ada wajah di Marikh
Pada 1976, pesawat luar angkasa Viking 1 milik NASA mengambil foto permukaan planet Marikh yang ternyata agak mengerikan. Terlihat seperti ada wajah manusia yang melihat dari permukaan planet tersebut. Ilmuwan sudah mengatakan bahwa 'Wajah di Marikh' adalah trik cahaya dan bayangan, namun publik keburu heboh. Para penyuka teori konspirasi menganggap wajah di Marikh sebagai bukti kehidupan. Tabloid gosip pun terus membahasnya. Bahkan, episode serial televisi "The X-Files" pernah membahas hal ini pada 1993 (episode: "Space").

Pada 1998, Marikh Global Surveyor NASA terbang ke 'wajah' tersebut dan mengambil gambar tajam pertama dari bentuk tanah di Marikh sejak misi pesawat Viking. Kali ini, bentuknya tidak lagi seperti wajah, melainkan hanya mesa, semacam bukit atau gunung dengan permukaan rata. Teori wajah di Marikh pun semakin diragukan lagi pada 2001, saat Marikh Global Surveyor mengambil lebih banyak foto. Dengan resolusi tinggi, wajah di Marikh ternyata hanyalah sebuah 'butte', bukit terisolasi dengan bagian atas rata.

Mitos #2: Penduduk Marikh membangun saluran air yang rumit

Lama sebelum wajah Marikh menjadi misteri publik, pengamat planet yakin bahwa ada bentuk-bentuk aneh menghiasi permukaan Planet Merah tersebut. Pada 1887, astronom Italia Giovanni Schiaparelli melihat bentuk-bentuk yang ia sebut 'canali' atau kanal, di permukaan planet Marikh. Apakah fitur-fitur ini bisa menjadi bukti irigasi dan peradaban?

Begitulah yang dipikirkan oleh pebisnis Amerika Percival Lowell. Gambar-gambarnya akan kanal-kanal di Marikh dan tiga buku yang ia terbitkan antara 1895 dan 1908 menyebarkan ide bahwa ada mahluk cerdas yang membangun kanal untuk menarik air dari puncak es Marikh.

Foto jarak dekat Marikh pada 1965, diambil oleh pesawat luar angkasa Mariner 4, membunuh teori tersebut. Ternyata kanal itu tidak ada, hanya ilusi optik.

Mitos#3: Marikh punya lautan

Awalnya, Marikh diduga memiliki lautan. Pada 1784, astronom Sir William Herschel menerbitkan penelitian hasil pengamatan teleskop akan Markh. Ada temuan yang tepat dari laporan tersebut, namun Herschel membuat asumsi salah akan area gelap di Marikh yang ia anggap sebagai lautan. Ide bahwa Marikh punya lautan bertahan sepanjang 1800an.

Setelah Marikh dilihat lebih dekat, planet itu ternyata sangat kering, meski para ilmuwan percaya bahwa ada air yang pernah mengalir di planet itu miliaran tahun lalu. Sampai sekarang, air yang ditemukan di Marikh sudah 'terkunci' jadi es di tanah, sementara bukti air di permukaan Marikh masih belum jelas.

Mitos #4: Marikh akan terlihat sama besarnya seperti Bulan
Sejak 2003, beredar email yang mengklaim bahwa pada tanggal-tanggal tertentu, Marikh akan terlihat sama besarnya seperti bulan purnama dari Bumi. Dan, dengan pesan tambahan, penulisnya memberi peringatan buat pembaca, "Orang yang hidup sekarang tidak akan bisa melihatnya lagi." Ternyata memang tidak ada yang pernah melihat Marikh sama besarnya dengan bulan. Orbit Marikh membawa planet tersebut dekat dengan Bumi pada 27 Agustus 2003, namun planet tersebut 'hanya' terlihat enam kali lebih besar dan 85 kali lebih terang, tapi tidak sebesar Bulan.

Posisi Marikh pada 2003 ini adalah yang paling dekat dengan Bumi dalam 60 ribu tahun terakhir, sekitar 56 juta kilometer. Sebagai perbandingannya, Bulan rata-rata berada pada jarak 384.400 km dari Bumi. Meski ukurannya jauh lebih besar, Marikh harus berada sangat dekat dengan Bumi untuk bisa menyaingi Bulan.

Mitos #5: Ada kehidupan mahluk cerdas di Marikh
Kemungkinan adanya kehidupan di Marikh memang belum dicoret, namun kini para ilmuwan lebih mencari mikroba kecil, bukan mahluk Marikh super cerdas dengan lengan seperti tentakel. Pada 1784, Sir William Herschel yang sangat percaya pada mahluk ekstraterestrial menulis bahwa orang-orang Marikh "kemungkinan menikmati situasi yang sama seperti kita."  Dia mendasarkannya pada kanal-kanal yang menjadi dasar adanya peradaban kuno di planet tersebut. Tentu saja, teori akan kanal tersebut tak terbukti.

Mungkin mahluk Marikh yang paling terkenal ada di novel karya H.G.Wells berjudul "The War of the Worlds" yang diterbitkan pada 1898. Pada 1938, drama radio dari novel tersebut menyebabkan kepanikan saat para pendengar mengira bahwa benar-benar ada serangan dari Marikh. Baru saja 17 tahun sebelumnya, New York Times menerbitkan artikel soal Marconi Wireless Telegraph Company, Ltd., yang menerima transmisi dari Marikh secara reguler.